Ibu! Deritamu Sampai Kapan?
Awalnya kami enggan menginstal
kembali kisah ini, tapi karena terinspirasi dari semua nasehat terucap kalimat
yang menyentuh kalbu dan kami menganggap menulis ini adalah wadah tempat
pencurahan hati yang terakhir karena tidak ada lagi yang kami anggap yang
terbaik untuk menampung segala unek unek yang ada didalam hati.

Pada bulan Pebruari 2012 ibu kami
terjatuh disawah hingga tak sadarkan diri, mumpung ada orang lewat melihat lalu
memberitahukan kepada orang kampung sehingga mengangkat ibu kami kerumah
setelah dimandikan pakai baju bersih, orang kampung menyarankan kepada anak nomor
empat satu satunya “laki-laki yang menurut adat istiadat pada suku kami bahwa
anak laki-laki pengambill keputusan” supaya dibawa kerumah sakit dan jawaban
tidak ada, tidak perduli, lalu orang kampung menghubungi anak yang nomor tiga
yang sedang jualan dipekan dan jawaban bawa saja kerumah sakit
Pemeriksaan dokter menyimpulkan
ibu ini terkena strok kedua, strok pertama masih tergolong ringan hanya bibir
tertarik kesamping dibawa berobat anak nomor tiga, masih bisa disembuhkan seorang
bidan, setelah satu malam di rumah sakit ibu kami sadar bisa bicara tetapi
tidak bisa jalan bsdan sebelah kanan kaku tiga hari dirumah sakit sudah bisa
pulang ke rumahnya dikampung karena tak bisa berjalan hanya kursi rodalah yang
setia menemaninya, hari berganti hari butuh makan obat terapi juga babysister yang
membutuhkan biaya, anak yang nomor satu dua tiga berbagi mengumpulkannya empat
puluh lima hari tinggal dirumahnya dikampung aktifitas terganggu akhirnya ibu
kami dibawa kerumah anak nomor tiga karena dirumah nomor tiga tak ada orang dirumah
kalau disiang hari maka sigadis anak nomor satu ikut dengan maksud menjaganya
tetapi karena sibuk dengan sekolahnya, kalau untuk makan pagi siang penulis
inilah yang curi curi waktu kabur dari kantor untuk melihat dan mengantarkan
nasinya sedangkan biaya obat dan terapi hanya anak nomor tiga sedangkan anak
nomor satu dan dua sekali sekali datang hanya untuk melihat, pernah suatu waktu
sigadis ini pulang kampung kebetulan malam minggu anak perempuannya nomor dua
pulang dari pekan yampenya dirumah pukul satu malam, pada saat itu yang
mandikan ibu ini adalah sipenulis, seiring dengan waktu berjalan satu setengah
bulan terlewati juga kesehatan semakin pulih, ibu ini dibawa kerumah anak nomor
dua kebutuhan makan obat dan terapi ditanggung nomor tiga dan dirumah anak
nomor dua satu setengah bulan terlewati juga
dan ibu ini kembali kerumahnya dengan kesepakatan anak nomor satu dua
tiga untuk menanggung biaya makan obat dan terapi juga babysister timbul
masalah dibuat anak nomor empat anak laki laki satu satunya kita sebut si
tulang yang selalu marah marah entah apa penyebabnya tapi walaupun demikian
kami selalu datang untuk melihat dan memenuhi kebutuhan ibu kami ini
Jumat 31 Agustus 2012, pukul 10
pagi kami menerima telepon ibu sakit koma dan tidak bisa lagi berbicara sesuai
dengan pesan dokternya sewaktu dirumah sakit dijaga supaya jangan kena strok
ketiga ternyata datang juga disebabkan oleh si tulang panen padi hasil dari sawah si ibu dan padinya
disimpan pula di rumah si ibu, sebelum ibu sakit si tulang menjemur padi dan
berasnya semua dibawa kerumahnya pada hal kebiasaan ibu kami ini kalau sudah
panen beras baru harus duluan dimasak dan memotong ayam untuk dimakan oleh
keluarga melihat ini pada hari kamis si ibu memaksa si nomor satu untuk
menjemur padi si tulang ini dan berasnya dimasak tetapi lauknya hanya ikan
rebus, malam jumat mungkin ibu ini tidak bisa tidur memikirkan kalau datang si
tulang ini marah marah, pagi hari ibu masih menemani si gadis persiapan
berangkat sekolah dan si gadis berangkat sekolah meninggalkan ibu ini pergi ke
kamar tidur untuk memberikan serapan pagi anak si nomor satu datang dan
menjumpai ibu sudah tak bergerak lagi sudah kaku bicara dan lain sebagainya
tidak bisa, koma sehingga memberitahukan tetangga dan menelepon kami, hari
sabtu dilaksanakan acara perjamuan kudus si ibu dapat memakan roti dan meminum
anggur dari Tuhan melalui pendeta gkps j.damanik, keluarga berkumpul dan
menyarankan supaya dibawa kerumah sakit pada hari minggu dibawa lagi ke rumah
sakit mutiara tetapi tidak ada perobahan selasa sore dibawa pulang ke rumah
Pagi hari sabtu si nomor satu dan
anak anaknya berangkat mau menanam jagung, si nomor dua mau melihat rumahnya
dulu dan tepat pada Hari Sabtu Tanggal 08 September 2012 pada Pukul 09.20 wib
ibu kami ini menghembuskan napas terakhirnya yang ada disitu anak sinomor tiga
situlang dan penulis dan kakak ibu dan ada satu orang teman lamanya, sibuk
dengan urusan persiapan acara pengebumian akhirnya hari Rabu 12 September 2012
pesta adat acara pengebumian almarhumah Ambanim
Florentina Boru Sinaga, sebelum dikebumikan tanah wakaf ditinjau oleh
sinomor tiga dan diputuskan menyuruh tukang gali kubur supaya makam almarhum
ayah dipecahkan saja semen sebelah kirinya akhirnya pengebumian terlaksana
walau banyak mengalami rintangan setelah selesai pada malam harinya dilanjutkan acara terakhir
membasuh muka anak anak almarhum dan ternyata ibu meninggalkan sepucuk surat
wasiat ditipkan sama anak boru jabunya untuk membuka dan membacakan surat ini
terjadi ketegangan tapi akhirnya dibacakan yang isinya bahwa rumah dan empat
rante sawah milik si tulang, sawah tiga rante untuk biaya pesta adat acara
pengebumian, tiga rante sawah untuk si nomor satu, dua dan sinomor tiga masing
masing satu rante, dan perhitungan biaya
si tulang dengan gaya emosinya menyerahkan uang untuk menutupi semua biaya dan
tidak mau menerima bantuan biaya dari sinomor dua dan tiga mengakibatkan ketegangan
dan merasa tidak enak pada malam itu juga keluarga pulang
Merasa yang menyuruh memecahkan
semen makam ayah si nomor tiga berinisiatif untuk memperbaikinya pada hari
Kamis 18 Oktober 2012 menyuruh tukang untuk memperbaikinya tetapi dilarang si
tulang dengan mengatakan jangan kerjakan itu nanti kau mati disitu, mendengar
ini tukangnya menyetop pekerjaanya padahal sudah digali untuk pondasi dan bahan
bangunan berupa semen bata pasir sudah berada dilokasi makam tersebut, melihat
dan mendengarkan ini semua muncul kalimat dari keluarga sudah disiksa waktu hidupnya, mati juga disiksa...pada hari minggu
anak nomor satu, nomor tiga dan penulis menutup kembali yang sudah digali dan
bahan bangunan dibiarkan disitu, bagaimana ini nantinya?....
Penulis mengamati wajah ibu kami
ini memancarkan derita yang tak berkesudahan dan membenarkan kalimat yang tadi sudah disiksa waktu hidupnya, mati juga
disiksa dan cerita diatas hanya merupakan sekelumit perbuatan seorang anak
laki laki satu satunya terhadap ibu yang sudah mengandungnya delapan bulan,
belum diceritakan hal hal yang terkecil yang diperbuat seorang anak kepada
orang tua yang sudah mengurus dan membesarkan sampai bisa meraih gelar sarjana
ekonomi, inikah balasannya? Semoga ini menjadi pelajaran bagi yang membaca dan
semoga kita yakin dan percaya Tuhan Maha Adil (Keluaran
20:12 “hormatilah bapakmu dan ibumu...Hosea 8:7a Menabu...) A m e n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar